Lampion yang sudah tak asing lagi ketika Tahun Baru Cina
Mungkin ini awal tahun kedua saya mulai menekuni hobi fotografi, yang tahun sebelumnya saya lebih belajar tentang landscape, mengejar matahari tenggelam dan terbit, menikmati indahnya langit biru dan awannya yang selalu membuat saya terpesona. Kenal lebih banyak dengan teman-teman yang mempunyai hobi yang sama tetapi berbeda aliran, bisa dibilang saya mulai teracuni dengan event-event budaya di Yogyakarta sehingga sampailah di acara Pekan Budaya Tionghoa. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang saya nggk suka memotret budaya, saya mulai tertarik dan penasaran tentang bagaimana menikmati indahnya budaya melalui kamera saya.
Awal yang saya rasakan yaitu saya belum bisa menikmati acara budaya itu sendiri mungkin saya terlalu sibuk melihat melalui kamera saya dan mengabadikan setiap moment atau gerakan di panggung acara, ya memang waktu itu banyak sekali acara yang ditayangkan dalam 5 hari. Jadwal sudah ada ditangan sekarang hanya bagaimana saya bisa memanajemen setiap kegiatan mana yang harus saya pilih, dan tentunya saya sudah siap menanggung resiko kehilangan moment yang tidak saya pilih.
Ketika memotret di malam hari jelas sangat berbeda dengan siang hari, karena cahaya yang di pakai hanyalah cahaya buatan, banyak hal yang harus dipikirkan karena cahaya di panggung selalu berubah-ubah dan saya harus bisa menangkap moment atau gerakan yang unik dari para peserta. Satu lagi pengalaman yang saya dapatkan, memotret panggung tidak semudah yang saya pikirkan, banyak hal yang harus saya kuasai, dari segi teknis penguasaan kamera, jenis acara yang di tampilkan dan moment apa yang unik atau khas dari pertunjukan tersebut dan inilah hasil dari beratus-ratus foto yang sudah saya ambil, hanya beberapa saja yang menurut saya layak untuk ditampilkan, masih banyak kekurangan dalam foto ini..
Seorang anak yang sedang khusuk berdoa sebelum acara dimulai
Taiji Performance
Tari incling anak
Kolaborasi Tari Jen Shyu dan Didik ninik towok
Yang ini saya lupa tari apa, haha
Jogja Fire Dance
Fashion show




Gunungan kue apem
Ritual sebar apem Yaqowiyu di Jatinom, Klaten ini menarik perhatian saya, siapa yang tidak kenal dengan makanan yang satu ini, bisa dibilang juga makanan tradisional. Waktu kecil dulu, saya sering memakan kue apem ini yang dibelikan oleh ibu saya ketika pulang dari pasar. Tradisi Yaqowiyu ini merupakan upacara tradisional yang telah dilakukan secara turun-temurun sejak dulu dan rutin dilakukan pada hari jum'at tiap pertengahan bulan sapar.
Ribuan orang memadati lapangan di dekat Masjid Ageng Jatinom
Jum'at siang, setelah sholat Jum'at ribuan orang memadati lapangan di dekat Masjid Ageng Jatinom untuk berebut kue apem yang disebar. Maka tak heran jika pengunjung melimpah yang datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Acara tradisi budaya tersebut digelar untuk menggenang jasa Ki Ageng Gribik, Tokoh ulama penyebar Agama Islam di Jawa yang menetap dan meninggal di Jatinom.
Pembagian kue apem kepada masyarakat
Dalam hitungan menit, kue apem habis sudah
Menurut kepercayaan warga, apem tersebut sebagai syarat untuk bermacam-macam maksud. Bagi petani dapat untuk sawahnya, agar selamat dari gangguan hama. Ada yang percaya bahwa apem tersebut akan membawa rezeki, membawa jodoh, dan lain-lain. Maka jika anda berkunjung ke Festival Yaqowiyu ini tak heran dengan keunikan pengunjung yang rela berebut untuk mendapatkan kue apem tersebut. 
Siap melemparkan kue apem
Warga berebut kue apem yang di lemparkan dari menara
Ada juga yang sampai membawa jaring untuk menangkap ikan :)
Payung dibalik supaya mendapatkan lebih banyak apem, haha.. :)

Mulailah menulis satu kata, lalu satu kalimat, kemudian satu paragraf, selanjutnya satu halaman, sampai akhirnya menjadi satu buku…

Powered by Blogger.